KEDUDUKAN KREDITOR SEPARATIS PADA PIUTANG JAMINAN KEBENDAAN TERHADAP PROSES PKPU
DOI:
https://doi.org/10.53625/jcijurnalcakrawalailmiah.v1i11.2861Keywords:
Kreditor Separatis, Jaminan Utang, PKPUAbstract
Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas se-bagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kreditor separatis mempunyai hak eksekusi (parate eksekusi) untuk mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Pasal 55 Ayat (1) berbunyi: Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Intensivitas permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana kedudukan hak kreditor separatis terhadap jaminan kebendaan pada PKPU, Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa adanya ketentuan Pasal 56 ayat 1 dan Pasal 59 ayat 1 mengakibatkan kreditor separatis kehilangan kedudukan dan haknya sebagai kreditor separatis yang mengakibatkan berubah kedudukannya sebagai kreditor konkuren yang tidak mempunyai hak preferen dan hak eksekusi atas hak jaminan kebendaannya. Didalam kepailitan kreditor separatis mendapat posisi pertama dalam pelunasan piutang terhadap benda dibebankan hak jaminan, setelahnya tagihan kreditor preferan lalu tagihan kreditor konkuren. Alasan mengapa kedudukan kreditor separatis lebih tinggi daripada pemegang kreditor preferen adalah karena pada asasnya kehendak dari para pihak lebih diutamakan.
References
Z. Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
R. Usman, Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
S. R. Sjahdeini, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan: Memahami Undangundang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Jakarta: Penerbit kencana, 2016.
H. Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Z. A. Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
S. S. dan S. Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,” Jakarta: CV. Rajawali, 1985, pp. 13–14.
I. D. A. S. dan H. Poesoko, Hak Kreditor Separatis dan Mengeksekusi Jaminan Debitor Pailit. Yogyakarta: LaksBank PRESSindo, 2011.
S. R. Slamet, “perlindungan hukum dan kedudukan kreditor separatis dalam hal terjadi kepailitan terhadap debitor,” Forum Ilm., vol. 13, no. 1, 2016.
R. Anbari, “kedudukan kreditor separatis dalam kepailitan setelah putusan mahkamah konstitusi nomor 67/puu-xi/2013 dikaitkan dengan undang-undang nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,” JOM Fak. Huk., vol. 4, no. 2, 2017.
R. Saija, “Perlindungan Hukum Bagi Perusahaan Debitur Pailit dalam Menghadapi Pandemi Covid 19,” Batulis Civ. Law Rev., vol. 2, no. 1, pp. 66–77, 2021.
R. Saija, “Penyalahgunaan Keadaan dalam Prosedur Permohonan Pailit di Pengadilan Niaga,” J. SASI, vol. 24, no. 1, 2018.
B. T. E. and K. N. Marpi, Yapiter, Erlangga, “Legal Effective of Putting ‘Business as Usual’ Clause in Agreements,” Int. J. Criminol. Sociol., vol. 10, no. E-ISSN: 1929-4409/21, pp. 58–70, 2021, [Online]. Available: https://doi.org/10.6000/1929-4409.2021.10.09 .
M. Z. Al Mufti, “Tanggung Jawab Kurator dalam Penjualan Harta Pailit di Bawah Harga Pasa,” J. Lex Renaiss., vol. 1, no. 1, 2017.